Kala itu suku Indian Asteken yang mukim di Jazirah Meksiko, misalnya, telah menggambarkannya berikut awak yang berpakaian ala astronot. Profilnya tak jauh beda dengan yang diceritakan saksi-saksi dari abad 20-an. Ribuan tahun benda terbang tak dikenal ini dipelajari, selama itu pula tak ada hasil yang memuaskan.
Bagi para enjinir, contoh subyek yang sampai kini masih terus dikejar adalah kemampuannya menghilang dan manuverabilitasnya yang tinggi. Pakar aeronotik militer AS adalah yang paling gencar menelitinya. Terhitung sejak peristiwa jatuhnya UFO di Roswell, New Mexico, pada 1947, sejumlah proyek rahasia dibuat untuk menguak kehebatannya.
Amerika Serikat memang satu diantara segelintir negara yang memiliki kepedulian tinggi. Ini adalah sebuah kenyataan. Pasalnya, dua presiden pun sempat terlibat dengan sebuah proyek rahasia yang berkaitan dengan kehadiran makhluk asing ini. Mereka adalah Herry S. Truman dan Dwight D. Eisenhower, yang terlibat langsung dalam komite investigasi UFO bersandi Majestic Twelve. Subyeknya adalah beberapa tubuh mahkluk asing yang jatuh bersama pesawatnya di Roswell, New Mexico, pada 1947.
Meski dikatakan tak ada hasil, namun sesungguhnya telah bermunculan berbagai teori dan hipotesa yang berkaitan dengannya. Hipotesa tentang kemampuan menghilang dari pandangan mata dan manuverabilitasnya yang tinggi berikut ini, adalah betapa enjinir Indonesia juga tertarik untuk memperhatikannya.
Decoy system
Perihal kemampuannya menghilang dari pandangan mata sesungguhnya telah ditunjukkan dalam beberapa kesaksian. Dalam kaitan ini, UFO biasanya menampakkan diri pada waktu senja menjelang malam atau dinihari menjelang fajar. Menurut saya, ini adalah penampakan yang tak disengaja yang berbeda maknanya dengan penampakan di siang hari.
Dikatakan tak sengaja karena penampakkan pada senja dan dinihari umumnya tak lama. Kenyataan ini sebenarnya patut dipertanyakan mengingat jangan-jangan mereka memang selalu kesulitan mengoperasikan peralatan pengelabu (decoy system) pada kedua tenggang waktu tersebut. Hal ini dimungkinkan karena seperti kita rasakan pada kedua waktu itu ada perubahan kepadatan frekuensi cahaya Matahari. Senja menurun, pada dinihari kepadatannya meningkat.
Perubahan inilah yang memungkinkan peralatan pengelabu menjadi kacau untuk sementara waktu, dan akan kembali normal (pesawat kembali menghilang) setelah awaknya mencocokkan pada kepadatan frekuensi aktual. Teori atau hipotesa ini setidaknya membimbing kita pada dugaan bahwa jangan-jangan mereka sebenarnya ada di sekitar kita namun optik mata manusia tak bisa melihatnya.
Hipotesa ini setidaknya diperkuat dengan kenyataan bahwa pada siang hari mereka juga kerap menampakkan diri namun dalam waktu yang cukup lama. Apa artinya ini? Mengingat pada siang hari frekuensi cahaya cenderung tetap, penampakkannya tiada lain adalah untuk show of existense. Sebuah penampakan yang memang disengaja.
Di Bumi, teori pembiasan jati diri kira-kira bisa dijelaskan dengan kemampuan burung Tengkek Urang (King Fisher). Diantara burung-burung lain, hanya burung inilah yang memiliki kemampuan membaca gerak dan posisi ikan di dalam air. Ini artinya, di alam ini memang ada pengecualian dalam sistem penglihatan pada makhluk tertentu.
Hal lain adalah manuverabilitasnya yang tinggi. Dari sekian kesaksian, banyak yang mengatakan bahwa terkadang mereka berlama-lama memberi kesempatan untuk dilihat. Namun, ketika sudah diburu (dengan pesawat tempur, misalnya), mereka bisa dengan tiba-tiba melesat dengan pola gerak yang sulit untuk diikuti pesawat terbang yang paling canggih sekalipun. Seorang penerbang tempur TNI AU bahkan pernah mengungkap, pola gerak UFO yang tertangkap di radar pesawatnya benar-benar ajaib. Lintasannya lurus dan sesekali patah-patah dengan kecepatan yang luar biasa. Sepengetahuannya, belum pernah ada pesawat buatan manusia yang bisa melakukan ini.
Untuk itu, pesawat UFO harus memiliki WTR (Weight to Thrust Ratio) yang besar sekali. WTR bisa diartikan sebagai nisbah gaya dorong terhadap berat pesawat. Untuk manuver terkenalnya, Pugatchev Kobra, pesawat tempur Su-27 Flanker buatan Uni Soviet sekurang-kurangnya butuh WTR sebesar 2. Itu karena untuk menengadahkan hidung lalu menurunkannya dalam posisi terbang level, diperlukan gaya dorong konstran minimal dua kali berat pesawatnya.
WTR yang dimiliki UFO haruslah jauh lebih besar dari sekadar keunggulan mesin pendorong Su-27 ini. Namun, diluar itu, yang paling mengagumkan adalah bahwa UFO tak memiliki bentuk aerodinamis sebagaimana laiknya pesawat terbang yang memiliki sayap. Tanpa sayap, bagaimana ia bisa memperoleh gaya angkat (lift force) untuk melawan gravitasi? Satu-satunya penjelasan untuk kejanggalan ini adalah teori gasing. Kita tentu pernah melihat bahwa setelah diputar, meski tanpa sayap, benda ini bisa melompat-lompat ke udara. Putaran terhadap sumbu rotasinya telah menciptakan energi diri untuk melepaskan dari dari gravitasi.
Jika memang kemampuan gasing melekat padanya, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa dahsyat mesin pendorong yang dimilikinya. Untuk mesin-mesin pesawat buatan manusia, biasanya berlaku persamaan bahwa besarnya gaya dorong adalah sama dengan kelipatan jumlah massa medium dengan perubahan kecepatan medium. Persamaan ini dibuat untuk menjelaskan andil udara (atmosfer) dalam proses pembakaran mesin.
Akan tetapi bagaimana dengan pesawat-pesawat antar-galaksi seperti UFO yang umumnya bekerja di ruang hampa? Nampaknya, untuk yang satu ini memang belum ditemukan jawaban yang memuaskan selain bahwa mesin yang disandangnya mestinya sudah jauh lebih canggih dari sekadar turbin gas. Bagi mereka, mesin tercanggih yang ada di Bumi sudah terlampau kadaluwarsa. (Kol. Ir. R. Drajad Budijanto, MBA)