Tuesday, July 03, 2007

Waspadai Produk Kosmetik Anda

Tampil cantik menjadi segala-galanya bagi kebanyakan kaum perempuan. Berbagai cara pun ditempuh dengan mengolesi wajah dan bagian tubuh dengan krim pemutih, bedak, dan gincu tebal. Yang memiliki kantong tebal bisa dengan cara suntik dan operasi.

Impian itu kini kian mudah seiring kemajuan teknologi yang menawarkan beribu cara mempercantik diri. Mulai dari cara instan hingga perawatan di klinik-klinik perawatan tubuh. Bagi yang berkulit hitam atau sawo matang konon bisa disulap menjadi putih, bahkan dalam waktu singkat. Begitu pula bagi Anda yang berhidung pesek bisa dimancungkan dalam sekejap.

Contohnya beberapa produk industri rumahan yang berasal dari Bandung, Jawa Barat yang ditemukan berdasarkan penelusuran Tim Sigi. Kosmetik polosan (tanpa pita cukai) ini bahkan menjanjikan hal yang fantastis. Bisa memutihkan wajah dalam tempo empat hingga tujuh hari setelah pemakaian.

Tapi setiap pilihan ada risikonya. Maklum tak sedikit dari alat-alat kecantikan itu justru dibuat dari bahan kimia yang mengandung racun. Banyak kaum hawa akhirnya menjadi korban. Pada banyak kasus yang ditemui korban justru mendapatkan wajah rusak dan perlu tindakan medis serius.

Yanti seorang di antaranya yang memiliki pengalaman kurang menyenangkan akibat salah memilih kosmetik. Setelah menggunakan sebuah produk kosmetik, awalnya wajah Yanti merah dan kemudian terasa panas. "Belakangan kulit mengelupas," ujar dia.

Kerusakan wajah akibat produk kosmetik pernah terjadi lebih dari seperempat abad lampau. Waktu itu telah ditemukan penggunaan logam berat merkuri (Hg) atau air raksa pada pemutih wajah. Demikian pula Hidrokinon dengan dosis berlebihan, steroid yang membuat ketagihan atau pewarna tekstil yang semuanya racun bagi tubuh.

Khusus hidrokinon, masih diyakini menjadi bahan kimia paling efektif buat memuluskan wajah. Tapi penggunaannya harus atas pengawasan dokter yang kompeten. Ini mengingat dampak membahayakan yang muncul jika digunakan serampangan. "Kalau di atas dua persen harus di bawah pengawasan dokter," jelas dokter Spesialis Kulit dan Kecantikan Sutirto Basuki. Pada banyak kasus, kosmetik-kosmetik ilegal mengandung hidrokinon hingga lima persen.

Terungkapnya fakta itu membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak henti-hentinya merazia produk-produk kosmetik berbahaya dari waktu ke waktu. BPOM melarang peredaran 27 merek kosmetik berbagai jenis [baca: Badan POM Melarang 27 Kosmetik Berbagai Merek]. Bahkan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 455 Tahun 1998, bahan-bahan itu dilarang untuk digunakan sebagai bahan kosmetik.

BPOM juga mengeluarkan public warning yang dilansir 7 September silam. Surat terbaru ini merupakan hasil kajian BPOM selama setahun. Ditemukan terdapat 27 merek kosmetik yang kebanyakan bermerek Cina yang terbukti mengandung di antaranya Merkuri, Hidrokinon, dan pewarna tekstil. Peringatan ini sudah tiap tahun dilakukan, tapi merek-merek kosmetik yang pernah dirazia itu tetap beredar di pasaran [baca: Kosmetik Tak Terdaftar di Badan POM Masih Beredar].

Pelanggaran terjadi dipicu harga kosmetik-kosmetik itu yang relatif terjangkau, oleh konsumen kelas bawah sekali pun. Satu set krim pemutih dijual sekitar Rp 5 ribu. Adapun produk kosmetik mahal jarang sekali ditemukan penggunaan merkuri, kecuali produk tersebut dipalsukan. Seorang pedagang kosmetik mengaku bisa menjual 20 lusin set krim pemutih wajah merek Cina dan Filipina per minggunya.

Sejumlah dugaan mencuat mempertanyakan asal kosmetik berbahaya tersebut. Pertama kosmetik yang rata-rata bermerek dan berhuruf Cina itu merupakan barang selundupan dari luar negeri. Mudah bagi penyelundup mengingat kosmetik adalah barang kecil yang bisa dimasukkan tas jinjing sekali pun.

Tertangkapnya kapal motor berbendera Singapura Pioner Admiral oleh Kepolisian Air dan Udara Kepolisian Daerah Banten pekan silam, buktinya. Seorang nakhoda bernama Lifianus Sarahutu dan delapan anak buah kapalnya ditangkap. Kapal itu kedapatan sedang menurunkan sejumlah barang ilegal, termasuk aneka kosmetik dari Negeri Singa.

Pada pekan yang sama polisi dan petugas Balai POM Bali juga menyita produk kosmetik palsu berbagai merek buatan Cina siap edar. Polisi menyita 32 ribu produk kosmetik yang terdiri dari 36 jenis mulai dari krim malam, krim pemutih wajah, lipstik, blash on, bedak aneka warna, hingga krim antijerawat.

Sementara dugaan kedua, kosmetik-kosmetik palsu itu sesungguhnya produk lokal yang dikemas seolah-olah buatan Cina, Thailand, atau Filipina. Survei oleh Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) menegaskan, kosmetik-kosmetik Cina sebenarnya produk sekitar Jakarta. "Produk-produk ilegal itu jarang menggunakan bahasa Indonesia," kata Kepala BPOM Husniah R. Thamrin.

Kosmetik palsu buatan Cina, Filipina, dan Thailand tanpa nomor registrasi masih ditemukan dalam jumlah besar, hampir semuanya berada di Ibu Kota. Fakta itu berdasarkan penelusuran Tim Sigi di sejumlah pusat perdagangan kosmetik di Jakarta selama Oktober hingga pertengahan November. YPKKI memperkirakan, dalam sehari nilai transaksi di sejumlah pasar kosmetik di Ibu Kota mencapai miliaran rupiah.

Harga rata-rata kosmetik tak resmi itu yakni Rp 20 ribu per lusin atau sekitar dua ribu rupiah per buah. Dengan harga semurah ini jelas hanya diproduksi oleh pabrik kosmetik gelap.

Di Jakarta setidaknya ada lima pasar tradisional yang memperdagangkan kosmetik-kosmetik palsu.Sebut saja Pasar Tebet, Pasar Manggarai, Pasar Kebayoran Lama, Blok M, Pasar Asemka atau Pasar Pagi Lama serta sejumlah mal.

Tim Sigi lalu mencoba meneliti tujuh produk kosmetik yang didapat dari sejumlah pasar di Jakarta di BPOM. Ketujuh produk itu adalah New Placenta Pearl Cream (buatan Guangzhou Cina), RDL Whitening Special Pearl Cream (buatan Filipina), dan Clariderm White Beuty Pearl Cream tanpa nama perusahaan. Adapun dua produk krim pemutih tanpa merek dan label yaitu Placenta Sunblock Cream (buatan PT Sparindo Mustika) dan Krim malam RDL Papaya Bleaching Cream, produksi perusahaan yang sama.

Untuk menguji ada tidaknya kandungan merkuri digunakan metode amalgam. Caranya yakni mencelup logam emas atau tembaga ke larutan krim pemutih yang diuji. Jika kawat tembaga itu berubah warna keperak-perakan berarti krim itu positif mengandung air raksa--logam berat yang dilarang keras untuk bahan kosmetik. Sebab salah satunya bisa menimbulkan iritasi kulit.

Sedangkan pengujian senyawa kimia hidrokinon dan tretinoin, dipilih metode kromatografi lapis tipis (KLT). Metode ini sama dengan pengujian pada bahan pewarna tekstil Rhodamin B atau pewarna berbahaya lainnya seperti Merah K3 yang banyak dijumpai pada lipstik.

Secara sederhana pengujian dengan metode KLT dilakukan dengan membandingkan panjang perambatan cahaya dan warna pendar masing-masing senyawa itu dengan zat aslinya. Bila warna pendar dan jarak perambatan atau panjang gelombangnya sama, maka dipastikan kosmetik itu mengandung zat berbahaya tretionoin atau hidrokinon.

Dari tujuh contoh kosmetik yang diujikan, tiga di antaranya positif mengandung logam berat merkuri. Kendati begitu tak satu pun dari merek-merek kosmetik yang diujikan ditemukan mengandung hidrokinon dan tretinoin. Adapun empat kosmetik lainnya aman dari bahan kimia berbahaya, dua di antaranya memenuhi standar administrasi peredaran. Antara lain menyebutkan nomor registrasi BPOM, menyebutkan kandungan kimianya, dan cara penggunaan dalam bahasa Indonesia.

Para produsen kosmetik masih banyak yang memakai hidrokinon karena diyakini mampu mengelupaskan bagian kulit bagian luar. Bahan kimia itu juga menghambat pembentukan melanin yang membuat kulit tampak hitam.

Merkuri lebih berbahaya lagi. Logam berat yang biasa dipakai di pertambangan ini dengan mudah bisa meresap ke darah dan mengendap di organ tubuh. Berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, merkuri bisa menimbulkan kerusakan otak permanen dan gangguan janin.

Bagi aparat negara memberantas peredaran kosmetik beracun bukan perkara mudah. Jalur hukum terlalu ringan untuk membuat para produsen dan penjual kosmetik ilegal jera. Itu sebabnya setiap peringatan publik dan pelarangan oleh BPOM tidak ampuh.

YPKKI punya usulan lain. Penyidik semestinya jangan cuma memakai Undang-undang Kesehatan agar jerat hukum bisa lebih kuat. Semua upaya itu jelas bertujuan untuk menyadarkan publik tentang perlunya menggunakan kosmetik secara rasional. Sebab sudah menjadi takdir kulit orang Indonesia sebagian besar berwarna sawo matang. Warna ini sudah banyak mengandung pigmen melanin yang mampu menyerap sinar ultra violet yang bisa merusak kulit. Tanpa melanin itu pembuluh darah bisa melebar sehingga terjadi penuaan dini, kekebalan tubuh hilang dan menimbulkan kanker kulit. Syukurilah.(AIS/Tim Sigi)

0 comments: