Tuesday, July 03, 2007

Kematian Siap Menghantui Peminum Jamu Oplosan

Sebagai obat tradisional, industri jamu sebenarnya tak pernah lekang dimakan zaman. Secara turun temurun, keberadaan jamu juga selalu digemari banyak orang karena khasiatnya baik untuk kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit. Apalagi sejak harga obat melambung tinggi, kehadiran jamu kini kerap menjadi alternatif pengobatan yang ampuh bagi sebagian masyarakat Tanah Air.

Laris manisnya penjualan jamu saat ini juga membuat para penjual obat tradisional menjadikan lahan bisnis ini sebagai mata pencaharian yang menggiurkan. Lihat saja para penjual jamu gerobak dan gendong yang kerap dijumpai di pinggir jalan atau di kawasan permukiman. Mereka mengaku tetap bertahan berjualan jamu karena hasilnya sangat menguntungkan. "Keuntungan sehari minimal Rp 100 ribu," kata Bambang, penjual jamu gerobak di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini.

Boleh dibilang sebagian masyarakat Indonesia banyak menggemari jamu dan pernah minum obat tradisional ini. Sebab khasiat jamu memang bermacam-macam, yakni bisa menyegarkan badan dan menyembuhkan berbagai penyakit seperti liver dan lemah syahwat. Kondisi ini bisa dilihat dari kehadiran penggemar jamu yang kerap memenuhi Kafe Mencos di kawasan Salemba Tengah, Jakarta Pusat. Mereka selalu meminum jamu tak hanya untuk menambah kesegaran tapi juga untuk menyembuhkan penyakit.

Pun dalam dunia medis, keberadaan jamu saat ini sudah diterima layaknya obat etical atau obat yang diresepkan dokter. Lantaran itu, sejumlah perusahaan farmasi kini beramai-ramai memproduksi jamu sebagai obat etical yang masuk klasifikasi fitofarmaka.

Sementara itu, lebih dari seribu lebih perusahaan jamu besar dan kecil kini terus berkembang di Indonesia. Ini belum termasuk industri rumah tangga yang memproduksi jamu. Namun di balik tumbuh suburnya industri jamu tradisional di Tanah Air ini, kehadiran jamu berbahan kimia obat kini marak beredar di pasaran dan sangat berbahaya bagi kesehatan.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menyatakan jamu ini kerap dicampur dengan berbagai obat berbahaya yang digunakan tanpa ukuran yang jelas. Sebab keberadaan jamu kimia ini banyak dicampur dengan obat aspirin untuk sakit kepala, sibutramin untuk pelangsing, sildenafil sitrat untuk keperkasaan pria, dan steroid untuk jamu rematik.

Ciri-ciri jamu kimia ini secara fisik memang agak susah dibedakan. Tapi biasanya jamu oplosan ini sangat tokcer alias sangat terasa khasiatnya dan membuat rasa kantuk sangat hebat. Sedangkan jamu murni tak bisa sehebat itu karena sifatnya yang alami.

Berdasarkan data Badan POM, lebih dari 55 merek jamu yang beredar di pasaran terbukti dicampur obat-obatan kimia setelah diteliti di laboratorium. Sementara Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) menyebutkan jumlah jamu berbahan kimia yang telah beredar di pasaran kini mencapai ribuan jenis. Jumlah ini termasuk jamu yang terdaftar di Badan Pom.

Sejauh ini, kota-kota seperti Cilacap, Banyumas, Tegal, dan Banyuwangi ditenggarai sebagai sentra produksi jamu berbahan kimia tersebut. Sebab, menurut Ketua GP Jamu Charles Saerang, kota-kota itu dikenal sebagai kota penghasil jamu kimia yang paling produktif.

Berdasarkan penelusuran tim Sigi di sebuah pabrik jamu kimia di Kota Cilacap, jamu oplosanternyata dibuat dengan cara yang sangat ngawur. Mereka mencampur jamu tersebut dengan berbagai obat keras seperti CTM atau Chlorpheniramin, antalgin, parasetamol, phenilbutason, dan vitamin B-11.

Dalam proses pembuatannya, setidaknya ada puluhan ribu butir obat berbagai jenis dan merek dicampur dengan satu kuintal tepung jamu untuk membuat jamu oplosan tersebut. Obat keras dan tepung jamu itu mudah dibeli di Kota Cilacap. Sang peracik jamu oplosan bisa membuat berbagai jamu kimia yang tokcer dari campuran obat kimia dan tepung jamu tersebut. Misalnya, jamu asam urat dan pegal linu.

Mereka mengawali proses pencampuran jamu oplosan itu terlihat cukup mudah. Setelah obat dan tepung jamu terkumpul, proses peracikan dimulai dengan menggiling obat keras tersebut di sebuah mesin hingga halus. Setelah obat-obatan tersebut menjadi sebuah tepung halus, lalu dicampur dengan tepung jamu yang takarannya tidak jelas. Tak kalah dengan pabrikan jamu besar, pembuat jamu kimia itu lalu mengemas produknya dengan kemasan yang rapi dan menarik sebelum dijual ke pasaran.

Jamu berbahan kimia ini ternyata tak semuanya ilegal. Sebab sebagian dari jamu berbahan kimia obat itu mempunyai register atau nomor resmi yang dikeluarkan Badan POM. Sedangkan izin mendirikan pabrik jamu kimia ini juga bukan hal yang susah bagi mereka.

Kehadiran jamu kimia ini juga sering dirazia petugas untuk membatasi peredarannya di pasaran. Namun karena permintaan konsumen sangat besar, produksi jamu oplosan ini tetap tinggi dan terus beredar luas.

Kuat dugaan, pasar jamu berbahan kimia ini mengalahkan pasar jamu tradisional resmi. Soalnya, jamu oplosan ini jauh lebih cespleng ketimbang jamu tradisional. Konon, omzet bisnis jamu kimia ini mencapai Rp 4 triliun per tahun, sedangkan omzet jamu tradisional hanya Rp 3 triliun per tahunnya.

Tingginya permintaan pasar akan jamu ini memang diiringi dengan pertumbuhan pabrik-pabrik jamu kimia. Tim Sigi mendapati pabrik-pabrik jamu kimia ini tumbuh pesat membaur di tengah-tengah industri dan pengrajin jamu tradisional. Alhasil, kini sulit membedakan mana industri jamu oplosan dengan jamu tradisional. Sebab, banyak juga jamu kimia yang diproduksi perusahaan jamu resmi.

GP Jamu juga menemukan bukti bahwa jamu-jamu kimia diperjualbelikan secara bebas di pasaran. Bahkan, GP Jamu mendapati belasan merek jamu yang dicurigai dioplos dengan obat daftar G atau obat keras dan berbahaya yang dijual di sejumlah toko-toko di kota besar di Pulau Jawa. Selain itu, ditemukan juga sejumlah merek jamu yang masih beredar meski sudah ditarik dari peredaran oleh Badan POM karena terbukti berbahan kimia berbahaya.

Sepanjang 2006, wadah para pengusaha jamu Indonesia ini juga sudah melaporkan setidaknya lima kali temuannya kepada Departemen Perdagangan. Temuan ini salah satunya berasal dari jamu kimia yang beredar di Cilacap dan Banyumas.

Koperasi Jamu Aneka Sari di Cilacap adalah salah satu bukti tempat penjualan jamu berbahan kimia tersebut ditemukan GP Jamu. Mereka menjual jamu asam urat produksi PJ Delapan Dewa yang mengandung fenilbutason dan jamu rematik yang mengandung paracematol dan fenilbutason. Produk jamu itu sudah dilarang beredar di pasaran oleh Badan POM.

Perang melawan jamu kimia tentu bukan perkara mudah. Sejak kali pertama ditemukan sekitar 20 tahun lalu, jamu kimia ini masih terus diproduksi hingga kini dan sangat sulit diberantas. Sebab pemainnya sangat lihai dan kerap memakai segala cara untuk melicinkan bisnis ilegal ini. Menurut Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Badan POM Ruslan Aspan, perusahaan jamu yang tertangkap tangan memakai bahan kimia obat itu kerap melobi petugas untuk bisa dibebaskan dari tuntutan hukum. Maka, mereka kerap bebas bila berhubungan dengan petugas yang nakal.

Charles Saerang mengatakan maraknya jamu kimia ini membuat citra jamu Indonesia menjadi sangat buruk di mata internasional. Lantaran itu, jamu Indonesia kini tak bisa diekspor langsung ke negara tujuan tetapi harus lewat Malaysia. "Dampaknya luar biasa, kini jamu asli yang dikenal jamu buatan Malaysia," kata dia.

Di laboratorium Badan POM, setiap tahun ada 8.000-an jamu yang diuji secara berkala. Tujuannya, untuk mencari bukti jamu-jamu yang ditengarai menggunakan bahan kimia obat yang kerap dilakukan pengusaha jamu nakal. Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 2 tahun 1992 disebutkan produksi jamu tidak boleh dicemari bahan kimia obat apapun dan sekecil apapun. Pembuat dan penjual jamu kimia juga bisa dijerat pelanggaran UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 karena telah membohongi konsumen.

Menurut Guru Besar Farmakologi Universita Dipenegoro Profesor Nasution pada umumnya ada tiga kelompok obat yang bisa ditemukan pada jamu-jamu kimia. Kelompok pertama meliputi obat-obatan antiimplamasi atau penghilang rasa lelah seperti aspirin, antalgin dan phenilbutason. Kedua, kelompok obat jenis steroid yang berfungsi menghambat rasa sakit dan membuat badan tetap segar. Sementara yang ketiga, kelompok jenis obat penenang yang berfungsi menekan syaraf untuk menghilangkan rasa sakit, gelisah, dan mudah tidur.

Nasution mengatakan jika jamu kimia itu dikonsumsi dalam waktu jangka panjang dan dosis yang ngawur akan berefek pada bocornya jantung dan gagal ginjal. "Bila dipakai berkepanjangan juga akan merusak pembulu darah dan lever," kata Nasution.(ZIZ/TIm Sigi)

0 comments: