Categories
Others: Chit Chat
"Tidak ada bahan pengawet makanan yang aman". Kalimat inilah yang harus Anda waspadai bila ingin menyantap makanan lezat yang ditaburi saus sambal atau tomat dan kecap. Pasalnya hampir semua produk pangan mengandung bahan pengawet atau kimia yang melebihi ambang batas aman dapat berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan bahan pengawet itu sengaja dilakukan produsen makanan agar makanannya tetap awet dan bertahan lama bila dijual di pasaran.
Berdasarkan penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), terdapat 14 dari 23 merek saus dan kecap yang dijual di pasaran mengandung bahan pengawet berlebihan. Bahan pengawet yang digunakan adalah natrium benzoat dan kalium sorbat.
Penggunaan dua zat kimia itu memang diperbolehkan pemerintah dalam industri makanan. Tapi penggunaannya tak boleh melebihi ambang batas sesuai dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 722 Tahun 1988. Untuk saus tomat dan sambel hanya diizinkan satu gram per 1 kilogram dan 0,6 gram untuk setiap 1 kilogram kecap. Namun kadar pengawet dalam 14 produk kecap dan saus itu ternyata dua kali dari ketentuan ambang batas yang diizinkan pemerintah.
Dari penelusuran tim Sigi, pelezat makanan ini kerap digunakan penjual bakso dan mi ayam seperti di Jakarta, Bekasi, Bandung, dan Surabaya. Para pedagang makanan rata-rata tak tahu-menahu bahwa kecap dan saus yang dijualnya mengandung pengawet berlebih. Sebab sudah terdapat nomor register dari Departemen Kesehatan dan Balai Pengawas Obat-obatan dan Makanan. Di toko kelontong, harga saus dan kecap itu sangat murah, yaitu, Rp 2.000 hingga Rp 4.000 per botol Saus dan Rp 3.500 hingga Rp 5.000 untuk kecap.
Kecap merek Ikan Bawang produksi Surabaya, Jawa Timur, termasuk di antaranya pengguna natrium benzoat dan kalium sorbat yang berlebihan. Menurut Nurhasan, peneliti LKJ, dari uji laboratorium menunjukkan kadar natrium benzoat yang digunakan kecap itu mencapai 1109,4 miligram per kilogram dari seharusnya 600 miligram.
Saus merek Tri Sari produksi Bandung juga tak kalah ngawur menggunakan natrium benzoat dan kalium sorbat, yakni dua kali lipat dari kadar yang diizinkan. "Pengawet memang bisa memicu beberapa jenis penyakit apabila dikomsumsi secara berlebihan," kata Lilis Nuraida, peneliti Seafast Center.
Pemerintah memang terbukti kedodoran dalam hal ini. Sebab produk makanan dan minuman yang harus diawasi mencapai dua juta jenis. Sementara Badan POM mengaku tak punya cukup dana dan tenaga untuk mengawasi produk pangan tersebut.
Kasus saus dan kecap berpengawet overdosis juga membuat pemerintah gerah. Dengan demikian, petugas Badan POM kerap merazia produk tersebut di sejumlah daerah dan meminta para produsennya menarik dagangannya. Para produsen kemudian kemudian diberi waktu satu bulan untuk memperbaiki produk dengan mengurangi kadar pengawetnya.
Natrium benzoat dan kalium sorbat memang bukan bahan kimia terlarang sehingga diperjualbelikan secara bebas di sejumlah pasar bahan kimia. Harganya pun sangat murah. Untuk satu kilogram natrium benzoat hanya sekitar Rp 13 ribu hingga Rp 20 ribu. Sedangkan satu kilogram kalium sorbat sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
Selama ini, kedua bahan kimia itu diimpor dari Cina dan negara-negara Eropa. Impor kalium sorbat per bulan mencapai 68 metrik ton dan 40 metrik ton di antaranya untuk industri pangan. Sementara impor natrium benzoat per bulan mencapai 152 metrik ton dan 120 metrik ton dipakai untuk produk makanan.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Pemakai Bahan Berbahaya (Aspembaya) Philipus Sukirno meminta pemerintah lebih ketat mengawasi peredaran bahan kimia tersebut. Sebab, meski diperbolehkan pemerintah, kedua bahan pengawet itu adalah bahan kimia. "Tidak ada bahan kimia yang aman bila dikonsumsi setiap hari apalagi jika berlebihan," kata Philipus.
Penggunaan pengawet pada industri pangan memang bukanlah hal baru. Namun tidak sembarang pengawet boleh digunakan. Ini bisa dilihat dari dua golongan, yaitu golongan food grade atau pengawet yang boleh digunakan pada makanan dan non food grade, pengawet yang sama sekali tidak boleh digunakan untuk bahan pangan seperti formalin dan boraks.
Sejauh ini memang tak ada penelitian di dunia yang membuktikan pengawet bisa menyebabkan penyakit berbahaya. Tapi, jika Anda menggunakan bahan pengawet berlebihan dan secara akumulatif bisa merusak ginjal dan saluran pencernaan serta iritasi lambung. Sejumlah dokter mengatakan penggunaan bahan pengawet berlebihan bisa bikin kanker dan lupus. Tapi menurut ahli pangan, bahan pengawet itu aman.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia berpendapat maraknya kasus zat pengawet berlebihan pada makanan menunjukkan lemahnya perlindungan hak-hak konsumen. Sementara pemerintah tak tegas memberikan sanksi hukum para produsen nakal. Seperti termaktub dalam Undang-undang Pangan No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang mengancam kesehatan konsumen bisa dikenai sanksi penjara maksimal lima tahun berikut denda hingga Rp 2 miliar.
Produk berbahan pengawet atau tidak memang sulit dibedakan secara kasat mata. Maka, pencantuman komposisi bahan pada label kemasan produk sangat penting. Hanya keputusan mengonsumsi makanan bebas pengawet atau tidak akhirnya berpulang pada konsumen.(ZIZ)
Berdasarkan penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ), terdapat 14 dari 23 merek saus dan kecap yang dijual di pasaran mengandung bahan pengawet berlebihan. Bahan pengawet yang digunakan adalah natrium benzoat dan kalium sorbat.
Penggunaan dua zat kimia itu memang diperbolehkan pemerintah dalam industri makanan. Tapi penggunaannya tak boleh melebihi ambang batas sesuai dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 722 Tahun 1988. Untuk saus tomat dan sambel hanya diizinkan satu gram per 1 kilogram dan 0,6 gram untuk setiap 1 kilogram kecap. Namun kadar pengawet dalam 14 produk kecap dan saus itu ternyata dua kali dari ketentuan ambang batas yang diizinkan pemerintah.
Dari penelusuran tim Sigi, pelezat makanan ini kerap digunakan penjual bakso dan mi ayam seperti di Jakarta, Bekasi, Bandung, dan Surabaya. Para pedagang makanan rata-rata tak tahu-menahu bahwa kecap dan saus yang dijualnya mengandung pengawet berlebih. Sebab sudah terdapat nomor register dari Departemen Kesehatan dan Balai Pengawas Obat-obatan dan Makanan. Di toko kelontong, harga saus dan kecap itu sangat murah, yaitu, Rp 2.000 hingga Rp 4.000 per botol Saus dan Rp 3.500 hingga Rp 5.000 untuk kecap.
Kecap merek Ikan Bawang produksi Surabaya, Jawa Timur, termasuk di antaranya pengguna natrium benzoat dan kalium sorbat yang berlebihan. Menurut Nurhasan, peneliti LKJ, dari uji laboratorium menunjukkan kadar natrium benzoat yang digunakan kecap itu mencapai 1109,4 miligram per kilogram dari seharusnya 600 miligram.
Saus merek Tri Sari produksi Bandung juga tak kalah ngawur menggunakan natrium benzoat dan kalium sorbat, yakni dua kali lipat dari kadar yang diizinkan. "Pengawet memang bisa memicu beberapa jenis penyakit apabila dikomsumsi secara berlebihan," kata Lilis Nuraida, peneliti Seafast Center.
Pemerintah memang terbukti kedodoran dalam hal ini. Sebab produk makanan dan minuman yang harus diawasi mencapai dua juta jenis. Sementara Badan POM mengaku tak punya cukup dana dan tenaga untuk mengawasi produk pangan tersebut.
Kasus saus dan kecap berpengawet overdosis juga membuat pemerintah gerah. Dengan demikian, petugas Badan POM kerap merazia produk tersebut di sejumlah daerah dan meminta para produsennya menarik dagangannya. Para produsen kemudian kemudian diberi waktu satu bulan untuk memperbaiki produk dengan mengurangi kadar pengawetnya.
Natrium benzoat dan kalium sorbat memang bukan bahan kimia terlarang sehingga diperjualbelikan secara bebas di sejumlah pasar bahan kimia. Harganya pun sangat murah. Untuk satu kilogram natrium benzoat hanya sekitar Rp 13 ribu hingga Rp 20 ribu. Sedangkan satu kilogram kalium sorbat sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
Selama ini, kedua bahan kimia itu diimpor dari Cina dan negara-negara Eropa. Impor kalium sorbat per bulan mencapai 68 metrik ton dan 40 metrik ton di antaranya untuk industri pangan. Sementara impor natrium benzoat per bulan mencapai 152 metrik ton dan 120 metrik ton dipakai untuk produk makanan.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Pemakai Bahan Berbahaya (Aspembaya) Philipus Sukirno meminta pemerintah lebih ketat mengawasi peredaran bahan kimia tersebut. Sebab, meski diperbolehkan pemerintah, kedua bahan pengawet itu adalah bahan kimia. "Tidak ada bahan kimia yang aman bila dikonsumsi setiap hari apalagi jika berlebihan," kata Philipus.
Penggunaan pengawet pada industri pangan memang bukanlah hal baru. Namun tidak sembarang pengawet boleh digunakan. Ini bisa dilihat dari dua golongan, yaitu golongan food grade atau pengawet yang boleh digunakan pada makanan dan non food grade, pengawet yang sama sekali tidak boleh digunakan untuk bahan pangan seperti formalin dan boraks.
Sejauh ini memang tak ada penelitian di dunia yang membuktikan pengawet bisa menyebabkan penyakit berbahaya. Tapi, jika Anda menggunakan bahan pengawet berlebihan dan secara akumulatif bisa merusak ginjal dan saluran pencernaan serta iritasi lambung. Sejumlah dokter mengatakan penggunaan bahan pengawet berlebihan bisa bikin kanker dan lupus. Tapi menurut ahli pangan, bahan pengawet itu aman.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia berpendapat maraknya kasus zat pengawet berlebihan pada makanan menunjukkan lemahnya perlindungan hak-hak konsumen. Sementara pemerintah tak tegas memberikan sanksi hukum para produsen nakal. Seperti termaktub dalam Undang-undang Pangan No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang mengancam kesehatan konsumen bisa dikenai sanksi penjara maksimal lima tahun berikut denda hingga Rp 2 miliar.
Produk berbahan pengawet atau tidak memang sulit dibedakan secara kasat mata. Maka, pencantuman komposisi bahan pada label kemasan produk sangat penting. Hanya keputusan mengonsumsi makanan bebas pengawet atau tidak akhirnya berpulang pada konsumen.(ZIZ)
0 comments:
Post a Comment