Tuesday, July 03, 2007

Kosmetik Beracun [Masih] Mengancam

Wanita mana tak ingin tampil cantik? Segala cara ditempuh agar terlihat cantik. Salah satunya dengan polesan kosmetik. Namun tak semua kosmetik aman bagi kesehatan. Banyak kosmetik yang beredar ternyata produk abal-abal yang diracik serampangan.

Penelusuran tim Sigi, baru-baru ini, mendapati pembuatan kosmetik ilegal banyak dilakukan industri rumahan. Salah satunya di wilayah Cilamaya, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Industri rumahan kosmetik menjamur di sana. Hampir setiap rumah terlibat pembuatan kosmetik ilegal. Aktivitas yang dilakukan dalam rumah ini jelas sulit diendus polisi. Puluhan ribu kemasan kosmetik palsu pun mengalir ke pasaran tiap pekan.

Pembuatan kosmetik ilegal ini bisa dilakukan industri rumahan karena murah. Bahan-bahan berlimpah dan dijual bebas di toko-toko alat-alat kecantikan. Bahkan di kota kecil seperti Subang. Hanya dengan modal Rp 2 juta, si pemalsu sudah bisa membeli bahan-bahan pembuat kosmetik jenis krim pemutih.

Untuk krim pemutih kulit wajah, satu kilogram bahan baku dicampur produk kosmetik yang sudah bermerk seperti bedak, lotion, pembersih wajah, dan alkohol. Semua takaran produksi kosmetik abal-abal ini dilakukan dengan menebak-nebak alias ilmu kira-kira. Yang pasti, satu kilogram bahan bisa menghasilkan 50 sampai 60 kemasan krim pemutih. Waktu produksi juga relatif singkat hanya 2 sampai 3 jam.

Agar terlihat meyakinkan, produk-produk kosmetik ilegal made in Subang ini dikemas seolah-olah produk impor dari Cina. Inipun tak sulit dilakukan. Semua bisa dipesan di kota ini mulai dari wadah sampai kardus pembungkus. Harganya jelas amat murah, hanya Rp 100 sampai 250 tiap kemasan. Selain karena wadah dan kemasannya bisa dipesan dengan harga murah, konsumen lebih berminat kepada produk kosmetik keluaran Cina. Kosmetik asal Negeri Tirai Bambu dipercaya memberi khasiat instan ketimbang produk kosmetik lain.

Di tingkat produsen, krim pemutih abal-abal dijual dengan harga bervariasi antara Rp 30 hingga 60 ribu per lusin. Dengan harga itu, produsen mengantungi keuntungan bersih minimal Rp 700 ribu tiap pekan.

Godaan keuntungan rupiah ini pula yang membuat Dimyanto berurusan dengan polisi. Produsen kosmetik palsu asal Kalidawir, Tulungagung, Jawa Timur, ditangkap Kepolisian Wilayah Kediri, akhir bulan ini. Ratusan kemasan pemutih kulit buatan Dimyanto disita. Hebatnya, krim pemutih palsu buatan Dimyanto menyebar luas mulai dari Kediri, Trenggalek, Temanggung, hingga Blitar. Tak kurang dari 5.000 kemasan diproduksi tiap pekan.

Distribusi produk kosmetik abal-abal ini memang terbukti luas. Tak hanya toko kecil, deretan supermarket dan jaringan mal ternama tak luput dari gerilya kosmetik palsu. Tim SIgi menemukan kosmetik produk rumahan alias kosmetik ilegal ini berbaur dengan kosmetik legal di sebuah mal di kawasan Pantura. Sulit dibedakan antara yang asli dan palsu. Kosmetik abal-abal ini dijual mulai dari harga Rp 5.000 hingga 25 ribu tiap buah.

Harga murah inilah yang menarik sebagian kaum Hawa. Maklum, harga produk kosmetik bermerek terbilang mahal. Pilihan pun jatuh pada produk kosmetik murah meski tak mencantumkan label produksi dan tak mengantongi izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Korban pun berjatuhan.

Popon misalnya, warga Cilamaya ini menggunakan pemutih yang diproduksi secara rumahan di kampungnya seharga Rp 15 ribu. Baru tiga hari pemakaian, kulit wajah Popon rusak. Popon harus menjalani perawatan dokter untuk memulihkan kerusakan kulitnya. Lebih dari Rp 20 juta harus dikeluarkan untuk perawatan.

Gejala serupa dialami Eem. Guru salah satu sekolah di Kabupaten Subang ini mengalami pengelupasan kulit. Akibat lebih parah tik terjadi sebab Eem langsung menghentikan pemakaian krim pemutih abal-abal itu.

Tak heran jika wajah para pengguna kosmetika palsu ini menjadi rusak. Salah satu bahan racikan yang digunakan untuk membuat krim pemutih wajah tak lain adalah soda api, zat kimia yang biasa dipakai untuk mengelupas cat. Selain soda api dan proses pembuatannya yang tak higienis, bahan lain yang digunakan mengandung hidroquinon dan mercuri. Dua jenis logam berat yang bisa menjadi racun tubuh. Dalam produk kosmetik, penggunaan dua bahan ini tak boleh lebih dari dua persen. Sebab jika terakumulasi dalam kadar berlebih, bahan ini bisa memicu kanker.

Bisnis kosmetik memang menggiurkan. Data International Cosmetic Club menyebut angka impor produk kosmetik mencapai Rp 4 sampai 10 miliar per bulan/ Bahkan tahun lalu, angka impor selama setahun mencapai Rp 1 triliun. Sementara untuk pasaran lokal, Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia melansir omzet penjualan bisa mencapai Rp 40 miliar untuk satu perusahaan besar.

Perputaran uang di pasar juga cukup lancar. Pedagang di sentra-sentra penjualan kosmetik bisa mengantongi untung hingga puluhan juta rupiah tiap hari. Dari angka itu, lebih dari 70 persen berupa krim pemutih.

Peredaran produk kosmetik di Jakarta meluas mulai dari pasar modern hingga pasar tradisional. Terciptalah sentra penjualan produk kosmetik seperti di Pasar Asemka, Jakarta Barat. Ketua Umum Paguyuban Pedagang Kosmetik, Agus Musalim mengatakan produk kosmetik palsu tak tertutup kemungkinan masuk ke Pasar Asemka.

Berdasarkan penelusuran Sigi, Pasar Asemka menjadi sumber pembelian bahan baku pembuatan kosmetik palsu. Dari Jakarta, bahan-bahan ini dibawa menuju toko-toko penjual alat kosmetika di Subang hingga ke tangan pemalsu. Produk jadi kemudian dikirim memenuhi toko-toko di sepanjang pantura. Belakangan diketahui, produk-produk palsu ini kembali masuk Jakarta.Sselama tiga tahun terakhir, produk cina dan kosmetik oplosan abal-abal ini mengakibatkan kerugian cukup besar bagi pengusaha kosmetik legal.

Maraknya peredaran kosmetik ilegal sebenarnya bukan barang baru. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mencatat peredaran produk kosmetik palsu mulai menggila sejak 1995. Badan POM bahkan melarang peredaran 27 merek kosmetik. Namun nyatanya, amat sulit menertibkan peredaran kosmetik palsu di pasaran. Produk-produk tersebut masih diproduksi dan diedarkan. Tak heran banyak kalangan mempertanyakan kinerja Badan POM yang bertugas mengawasi peredaran kosmetik di Tanah Air.

Permintaan konsumen pun ikut memacu bisnis ilegal ini. Meski mengancam keselamatan, tetap ada konsumen yang memburunya hanya karena ingin cantik dengan biaya murah dan instan. Jika sudah begini, konsumen harus lebih hati-hati memilih produk kecantikan. Perhatikan kemasan, nomor registrasi, dan izin edarnya. Jika sama sekali tak tercantum, bisa dipastikan produk tersebut illegal dan berbahaya bahkan bisa mengancam nyawa pemakainya.(TOZ/Tim Sigi SCTV)

0 comments: