Tuesday, March 20, 2007

300

Titles: 300
Genre: Action/History/Drama/War
Casts: Gerard Butler, Lena Headey, Dominic West, David Wenham, Vincent Regan, Rodrigo Santoro
Directed by: Zack Snyder
Writing Credits: Zack Snyder, Kurt Johnstad, Michael Gordon, Frank Miller (graphic novel), Lynn Varley (graphic novel)
Produksi: Warner Bros Pictures
Durasi: 117 min

Berjuang sampai titik darah penghabisan, berkorban hingga helaan nafas terakhir untuk negara dan tanah air, memang selalu akan menggelitik keharuan perasaan hingga ke batas pemikiran. Siapa sih kiranya yang akan sanggup pergi berlaga untuk tidak kembali lagi? Sementara keluarga tetap menanti? Dengan harapan, semangat inilah yang kiranya bisa menyulut persatuan untuk kembali mengusir kehadiran pendatang.

Jiwa heroik, tangguh, keberanian, keuletan, strategi perang yang apik dan mental baja sepertinya habis-habisan dituangkan di film ini. Adalah tidak mungkin sepertinya meraih kemenangan atas jutaan pasukan pendatang, Persia yang berencana mengepakkan kekuasaannya di negeri Yunani hanya dengan bermodalkan 300 prajurit Sparta yang tangguh, pemberani dan siap mati demi tanah air. Namun, itulah yang dilakoni oleh Raja Leonides pada pasukannya. Semangat untuk siap berkorban demi memperjuangkan kemerdekaan negaranya dari tangan penjajah. "What will men do to be free?" ungkapan yang diucapkan oleh Sang Ratu, Gorgo, permaisuri Raja Leonides di malam terakhir sebelum suaminya memimpin 300 prajurit terbaiknya ke medan laga justru semakin membakar semangat Leonides untuk melakukan perlawanan ketimbang berdiam diri dan menyerah pada nasib.

Adalah negeri Sparta, salah satu negeri yang ada di dataran Yunani, penuh dengan kekerasan dan hidup penuh perjuangan. Adalah biasa bagi mereka membuang anak yang dianggap lemah, cacat dan dianggap tak bisa berjuang untuk hidupnya kelak. Namun, jika anak lelaki tersebut sempurna, adalah biasa juga seja kecil mereka ditempa untuk dapat membela dirinya dari kematian.

Bahkan, sekali lagi, adalah biasa bagi penduduk Sparta untuk mengirim anak lelaki berumur 7 tahun untuk bertempur dan "belajar" membiasakan diri berjuang mempertahankan dirinya. Bahkan, tak ada tangis, tak ada keluhan yang pantas diucap atau bahkan diperlihatkan bagi semua kaum Sparta, bahkan tidak untuk para wanita. Leonides pun ikut "mencicipi" pendidikan tersebut, ia pun harus meninggalkan kampung halamannya untuk ditinggalkan di hutan bebas untuk belajar "survive" dari berbagai tantangan tanpa adanya bantuan sama sekali dari keluarganya. Jika memang ia berhasil, adalah sangat membanggakan ia pulang sebagai prajurit Sparta yang sesungguhnya. Namun, jika tak berhasil, berarti memang ia bukan prajurit Sparta.

Hukum seperti inilah yang menghiasi kehidupan warga Sparta. Sampai muncul utusan dari pasukan Persia yang akan menggempur selurh daratan Yunani untuk kemudian menancapkan kekuasaannya di negeri Yunani tersebut, salah satunya juga adalah Sparta. Utusan ini pun tak main-main dengan ucapannya. Dengan membawa kepala-kepala para raja dari negeri yang berhasil ditundukkannya pun utusan diterima oleh Raja Leonides. Namun, bukan Sparta namanya kalau tak berjuang. "This is Sparta!!" teriaknya sambil menendang utusan tersebut ke sumur yang sangat dalam beserta dengan pengikut-pengikutnya yang lain.

Meski demikian, tindakan tersebut bukan berarti tanpa perhitungan. Namun, di saat itu adalah suatu keharusan bagi seorang raja yang akan berperang untuk pergi meminta restu dari Ephor, turunan manusia yang dianggap lebih istimewa ketimbang manusia biasa, termasuk seorang raja. Dengan maksud meminta restu itulah Leonides pergi ke pegunungan tempat tinggal para Ephor tersebut. Lucunya, untuk mendapatkan "restu" itu Leonides pun harus memberikan banyak emas dan wanita muda, cantik yang akan dijadikan "Oracle" atau pembawa pesan dari para dewa. Lucunya lagi, Oracle ini juga nantinya akan menjadi "santapan" bagi para Ephor yang bernafsu besar.

Sayangnya, dari pesan Oracle inilah justru Leonides tak boleh memberikan perlawanan sedikit pun, bahkan ia malah harus menjalankan perayaan ritual Sparta tiap tahunnya di saat Persia akan menyerang. Tidak setuju dengan keputusan Eophor tersebut, Leonides pun menggalang kekuatannya sendiri dengan mengumpulkan pasukan sebanyak 300 prajurit terbaik Sparta untuk menekan musuh di balik dinding batu di sebuah pegunungan. Kalau dilihat strategi Leonides sama seperti saat ia masih muda di hutan lepas mencoba mengalahkan seekor serigala buas.

Raja Persia, Xerxes pun termakan oleh tipuan ini. Leonides dengan pasukannya pun membuat tembok yang tinggi dan kuat yang akan menolong mereka dalam menahan pasukan lawan. Peperangan demi peperangan pun dimulai. Leonides dibantu pengikut setianya berhasil menumbangkan lawan-lawannya di hari pertama mereka bertarung. Bahkan, tanpa disangka, pasukan Leonides tak mengalami kerugian. Dengan strateginya seperti formasi kura-kura (bersenjatakan tombak dan perisai), mereka saling bahu membahu melawan musuh yang menyerang.

Sampai pada akhirnya pun Xerxes mengunjungi Leonides dan menawarkan suatu "kerjasama". Menjadikan Leonides sebagai penguasa seluruh Yunani namun ia harus menyerah pada Xerxes. Tawaran yang pastinya ditolak.

Sementara itu, di negeri Sparta pun, Ratu Gorgo juga terus berjuang agar supaya sang Raja mendapatkan bantuan. Ini baru akan bisa dilakukannya dengan berbicara di depan dewan. Sayang sungguh sayang, pengkhianat di antara anggota dewan yang memaksa membantu malah justru menusuk pembicaraan Ratu saat di depan dewan. Namun, tentunya pengkhianat tersebut bisa dibuktikan kebohongannya.

Tak hanya pengkhianat di dalam dewan, bahkan seorang yang dikasihani Leonides pun malah bebalik arah ke tangan musuh setelah Raja tak memperbolehkannya ikut berperang karena cacat fisiknya. Ia pun juga malah menunjukkan celah sempit untuk mencapai tempat persembunyian Raja. Di malam terakhir itulah, Leonides sudah merasa ketidakpastiannya akan nasib di esok hari, namun tetap saja semangat membakar seluruh jiwanya. Coba saja dengar teriakan penyemangat pasukannya yang sudah mulai berkurang, "Tonight we dine in hell, for tomorrow we're gonna fight and die!"

Buat yang menyukai film-film seperti trilogi Lord of The Ring, Kingdom of Heaven, Troy, jangan pernah melewatkan film yang satu ini. Perpaduan ketiga film tersebut namun dipoles dengan lebih halus lagi, benar-benar akan memicu adrenalin Anda. Lihat saja warna-warna yang didominasi oleh warna muram namun bold akan selalu menghiasi film dari awal sampai akhir. Atau juga sentuhan teknologi saat peperangan berlangsung. Setiap aksi yang dianggap sangat sensasional dibuat detil dan bahkan dalam slow motion untuk mempertegas setiap aksi para pelakon.

Jangan heran juga kalau di film ini Anda menemukan makhluk-makhluk aneh seperti yang Anda lihat di film trilogi Lord of The Rings. Makhluk-makhluk yang dinamakan "immortals" ini merupakan salah satu pasukan elit Xerxes yang ternyata tak membuat pasukan Sparta gentar. Bahkan, saat mendengar kabar tersebut dari pasukan Athena yang takut dengan keberadaan pasukan elit ini, Leonides malah berkomentar akan membuktikan ke-immortal-an pasukan tersebut.

Belum lagi penampilan setiap pasukan Sparta seperti layaknya prajurit Yunani, sempurna! Seperti melihat novel grafik buatan Frank Miller. Kalau sudah pernah melihat Sin City, sepertinya film ini adalah bentukan yang lebih sempurnanya. Akting Gerard Butler (Tomb Rider) sangat apik sebagai seorang raja yang berusaha menyemangati pasukannya menuju titik akhir, sebagai raja yang berkuasa akan negerinya, sebagai seorang suami yang begitu mencintai istri ("My Queen, My Lady, My Wife, My Love...") dan sebagai seorang ayah yang mengajarkan kebanggaan dan perjuangan dari awal sampai titik akhir perjuangan pada anaknya. Lena Headey sebagai Queen Gorgo (The Brothers Grimm) juga cukup bagus, sebagai perempuan yang berjuang demi suaminya. Apalagi di saat ia terpaksa menyerahkan segalanya agar suaminya bisa mendapatkan bantuan dari negeri Sparta dan tindakan tegasnya pada pengkhianat, sepertinya sulit didapat di masa perempuan tak dilirik sama sekali.

So people... "PREPARE FOR GLORY!!!"

(nita)

0 comments: