Thursday, February 01, 2007

D'Bijis

Oleh Aris Kurniawan

Satu lagi film yang menyodorkan kisah perjuangan sekelompok anak muda membentuk grup band. Sebagaimana film sejenis, “D'Bijis” juga menggambarkan kehidupan anak-anak band yang semrawut, ruwet, semaunya, namun mempunyai kesetiakawanan yang tinggi.

Diceritakan Asti (Rianti Cartwright), berjuang menyatukan kembali grup band Bandit yang telah bubar belasan tahun lalu. Grup band tersebut bubar setelah pementasan mereka yang berakhir tragis, Boni (Darius Sinathrya) sang vokalis pingsan di atas panggung sebelum menyelesaikan lagu gara-gara kebanyakan nge-drug. Sejak itu personil Bandit menempuh jalan hidupnya masing-masing. Ada yang jadi waria, pelayan bar, pengangguran yang kegiatannya nonton tivi dan makan, ada pula yang mencoba berumah tangga dan bekerja serabutan. Satu persatu Asti mendatangi mereka.

Upaya Asti menyatukan personel Bandit yang centang perenang tentu tidak mudah. Kesulitan yang paling besar justru ketika Asti berhasil menyatukan mereka. Berkali-kali Asti harus menghadapi benturan dan gesekan emosi dengan Damon (Tora Sudiro). Konflik dan benturan antara mereka digambarkan cukup wajar, dan letupan emosi yang ditampilkan pun wajar, tidak berlebihan. Rako cukup berhasil menggambarkan liku-liku rintangan yang dihadapi mereka yang mampu mengecoh penonton.

“D'Bijis” dikemas dengan gaya komedi melalui dialog-dialog dan sejumlah adegan kocak yang mengundang tawa. Tetapi kelucuan itu lebih banyak dihadirkan melalui karakter bencong yang diperani Gary Iskak. Bahkan karakter bencong terkesan dihadirkan semata untuk keperluan komedi sehingga dalam beberapa titik tertentu jadi slapstik dan tidak terlalu penting kaitannya dengan isi cerita. Prilaku dan kehidupan sepasang gay dieksploitasi menjadi bahan ketawaan yang renyah. Di tengah kekocakan itu, Rako tak lupa menyusupkan unsur drama yang cukup menyentuh, seperti tampak pada adegan Gendro (Indra Birowo) yang terharu menyadari istrinya hamil sehingga kemudian mereka berpelukan di depan rumah kontrakan mereka di tengah keheningan malam yang temaram.

Akting Tora sebenarnya sudah cukup baik, tanpa harus mencoba melucu-lucu. Karena ketika dia melucu yang tampak justru Tora dalam tayangan acara komedi di televisi, karakter Damon sebagai anak band jadi menguap. Demikian juga Indra Birowo, karakter melucu ala Extravaganza masih terasa betul dalam diri Gendro. Pada adegan pembuka berupa pementasan terakhir grup band Bandit kurang tampak situasi chaos dan histeris. Hanya tampak keriuhan yang terkesan hambar. Juga rentang waktu tiga belas tahun tidak membekaskan perbedaan yang khas pada para tokoh-tokohnya, kecuali Asti yang berubah menjadi gadis dewasa yang cukup matang.

Yang agak berbeda dari film ini dibanding film sejenis lainnya, adalah karakter Asti. Jika pada film sejenis, seperti “Garasi”, “Realita Cinta dan Rock n Roll” maupun “Dunia Mereka” misalnya, keinginan tokoh-tokohnya membentuk grup band sebagai kesalahan karena itu dilarang orang tua mereka, maka di film ini Asti yang ingin menghidupkan kembali grup band Bandit justru mendapat dukungan positif dari ibunya. Asti bahkan mendapat gudang untuk berlatih nge-band dari pacar nyokapnya. Pun tokoh perempuan dalam ketiga film di atas, hadir sebagai pusat konflik yang mengganggu soliditas grup band, pada “Dbijis”, Asti justru tampil sebagai “pahlawan” yang membangkitkan kembali sebuah grup band yang telah belasan tahun terkubur.

Secara keseluruhan D'Bijis menawarkan kesegaran yang lumayan berbeda. Editingnya pun terbilang rapi dan jeli. Rako berhasil menampilkan hampir semua adegan secara mulus dan runut. Sayangnya temponya kurang berjalan stabil. Penonton sering disuguhi gambar-gambar statis ketika mestinya cepat, dan sebaliknya. Pun sudut pengambilan gambar kadang kurang tepat yang mengurangi kenikmatan menonton, juga lighting yang seringkali gelap dan membingungkan. (AK)

0 comments: