Monday, January 15, 2007

Pocong 2: Horor dengan Pendekatan Filsafat

Oleh Aris Kurniawan

Ini film horor biasa sesungguhnya, seperti film horor Indonesia lainnya. Ceritanya pun sudah terlampau klise, sering kita dengar dari obrolan orang-orang dan kita baca di majalah-majalah misteri. Tentang hantu penasaran, yang semasa hidupnya mengalami kematian tidak wajar, dan mengganggu manusia dengan cara menjebaknya pada sebuah tempat yang menyerupai rumah atau semacamnya. Yang tidak biasa adalah cara penggarapannya.

“Pocong 2” bercerita tentang sepasang kakak beradik, Maya dan Andin (diperankan Revalina S Temat dan Rizty Tagor) yang mengontrak di sebuah apartmen hantu. Di apartemen itu Andin diteror hantu pocong. Sebagai orang kampus, asisten dosen filsafat pula, Maya tidak percaya mendengar pengaduan adiknya tentang hantu pocong. Ini yang memicu konflik antara keduanya, selain kecemburuan Andin terhadap Adam (Ringgo Agus Rahman) kekasih Maya. Rasa tidak percaya Maya tentang teror hantu pocong mulai lumer demi mendapati Andin depresi oleh tekanan ketakutan. Maka Maya bersedia ketika dua orang mahasiswa mengajaknya pada seorang paranormal yang kemudian memberinya kepekaan melihat mahluk gaib.

Film ini dibuka dengan adegan pemerkosaan yang dilakukan Wisnu (Dwi Sasono) terhadap adik dari seseorang yang membakar toko dan membunuh seluruh anggota keluarganya. Namun belum sempat niatnya terlaksana Wisnu terbunuh oleh hantaman cangkul di punggungnya.

Tempo bertutur film ini tidak bertele-tele, Rudi sangat piawai menggunakan bahasa gambar dengan sangat efektif sehingga tidak perlu dialog-dialog panjang yang membosankan. Hampir semua adegan mempunyai fungsi yang jelas dengan keutuhan cerita. Ilustrasi musik yang merupakan elemen penting dalam membangun atmosfer horor hadir dengan kadar yang pas.

Hampir sepanjang film, Rudi sangat piawai membangun suasana tegang dan mencekam. Gambar-gambarnya yang kelam dan suram, kemudian pengambilan gambar secara close up, makin menciptakan suasana mencekam pada penonton, meski kadang goyang-goyang. Kepiawaian Rudi tampak juga pada momen menghadirkan pocong yang sering tak terduga, sehingga membuat jantung penonton terpacu kencang. Ketegangan terus menerus terjaga dari menit ke menit.

Logika cerita yang mencoba dibangun film ini hanya sedikit mengalami kemajuan dibanding film-film horor Indonesia umumnya. Mencoba memahami eksistensi roh dan hantu gentayangan dengan pendekatan ilmu filsafat sebagaimana diujarkan ibu dosen filsafat (Henidar Amroe), yang juga dijadikan tagline, "ketika fisik mati, apakah pikiran juga mati?" rasanya baru kali ini dilakukan, meski agak berlebihan juga. Karena dalam beberapa titik tertentu justru jadi terkesan sok ilmiah. Lain halnya jika pernyataan itu digali lebih dalam dan serius.

Akting Revalina S Temat di film layar lebar debutannya ini cukup mulus. Karakternya sebagai asisten dosen yang rasional dan intelektual dimainkan dengan sangat menawan. Akting Dwi Sasono di film ini juga tampak makin matang. Secara keseluruhan “Pocong 2“ cukup bagus dan menarik. Sebagai film horor yang menjual perasaan takut sebagai hiburan, “Pocong 2” sangat berhasil mencapai tujuan tersebut. Ini tampaknya menjadi bukti bahwa selain piawai menggarap film jenis drama, Rudi ternyata mahir juga membesut film genre horor.

0 comments: