Friday, November 17, 2006

Terapi terpadu untuk obati skizofrenia

Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Artinya, skizofrenia menyerang pada manusia usia produktif. Jika tidak diobati dengan benar, penyakit ini cenderung kambuh dan akibatnya mereka tidak bisa mengelola dirinya sendiri secara fisik dan mental.

Sebanyak 1 juta-2 juta masyarakat Indonesia terdeteksi mengalami skizofrenia. Ironisnya, banyak orang yang tidak mengerti benar mengenai penyakit yang satu ini. Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa yang berkaitan dengan masalah medik. Penyakit ini sering kambuh dan mempengaruhi semua aspek kehidupan penderita.

Penderita akan mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri, yang bisa menyulitkan kehidupan pribadi, keluarga, maupun sosial. Buntutnya, mereka cenderung menggantungkan sebagian besar aspek kehidupannya pada orang lain.

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun, menurut Ketua Departemen Psikiatri FKUI/RSCM Irmansyah, berdasarkan penelitian, skizofrenia disebabkan oleh berbagai faktor seperti gangguan otak, ketidakseimbangan kimiawi otak, gangguan struktur dan juga fungsi otak.

Zat-zat kimia tertentu juga ikut berperan dalam mengantar sinyal antar sel saraf. Apabila terjadi gangguan pada keseimbangan zat-zat kimia ini, timbullah gejala skizofrenia.

Faktor keturunan juga disebutkan ikut berperan dalam memicu skizofrenia. Risiko akan semakin besar jika ada anggota keluarga yang menderita skizofrrenia. Risiko tersebut akan dipercepat dengan munculnya tekanan, kerusakan sel-sel otak, atau penggunaan zat-zat terlarang.

Skizofrenia adalah penyakit yang cenderung menahun atau kronis. Penderita bisa saja dikatakan sembuh, namun bisa kambuh jika obat dihentikan, atau munculnya pemicu lainnya.

Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stres.

Gejala-gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Pada laki-laki biasanya mulai pada usia 15-25 tahun. Sementara pada perempuan lebih lambat yakni 25-35 tahun. Hal ini, menurut Irmansyah, disebabkan perempuan memiliki hormon ekstrogen yang bisa menjadi penangkal munculnya risiko skizofrenia tersebut. Atau dengan kata lain skizofrenia menyerang pada usia produktif manusia.

Gejala skizofrenia sangat bervariasi, mulai dari halusinasi yang berlebihan, terjadinya perubahan penampilan dan perilaku yang berbeda dari biasanya, seperti menarik diri dari sosial dan tidak memiliki motivasi sehingga harus berhenti dari pekerjaan atau sekolahnya. Selain itu, mereka para penderita biasanya mengalami ketidakmampuan dalam kegiatan sehari-hari.

Penurunan respons
Gejala lain yang mungkin muncul adalah terjadinya penurunan respons emosi yang tidak sesuai atau juga ekspresi emosi. Mereka umumnya mengalami keterbatasan emosi dan emosi yang tumpul.

Bisa pula gejala gangguan proses pikir di mana mereka mempunyai keyakinan atau kepercayaan yang salah yang tidak sesuai dengan realita.

Terkadang mereka juga menjadi penuh agresivitas jika dalam keadaan akut, seperti marah-marah, menyerang orang lain, dan merusak barang serta melukai diri sendiri.

Seperti halnya gejala yang dialami La Ode Muhamad Aswin, 21. Dia mengaku, saat pertama kali mengalami skizofrenia, dia sering mendengar bisikan-bisikan aneh yang selalu mengajaknya membuat hal yang negatif. Akibatnya, dia pun sering merasa jiwanya tidak tenang, dan sangat sukar berkonsentrasi.

"Awalnya saya tidak menyadari dan bingung dengan apa yang terjadi pada diri saya. Namun, kemudian saya berkonsultasi dengan Dadang Hawari dan akhirnya menjalani rehabilitasi," ujar Aswin.

Setelah menjalani rehabilitasi selama lima bulan, Aswin yang drop out dari Institut Pertanian Bogor ini mulai sembuh. Kini, dia pun mengaku tidak lagi harus mengkonsumsi obat-obatan dan hanya menjalani terapi mental saja.

"Selama direhab, saya harus menjalani beberapa terapi mulai dari terapi obat, mental, sosial, agama, dan terapi lukis. Menurut saya, yang paling berpengaruh dalam kesembuhan saya adalah terapi mental," jelas remaja yang saat ini kuliah di UIN Syarief Hidayatulah Jakarta itu.

Pengobatan yang diberikan pada penderita skizophrenia tidak hanya tergantung pada obat-obatan oral semata.

Kesembuhan skizophrenia, menurut Irmansyah sulit untuk dipastikan. Namun, yang bisa dilakukan adalah mengendalikan gejalanya saja. Pemberian obat, biasanya diberikan dalam jangka panjang, seperti bulanan atau tahunan tergantung pada kondisi pasien. Namun, jika kondisinya mulai membaik, dosisnya akan diturunkan hingga mencapai dosis terkecil, atau bahkan dihentikan sama sekali.

Obat yang biasa digunakan untuk mengendalikan gejala skizofrenia bisa berupa tablet, sirup, tetes, atau suntikan. Pemberiannya pun bervariasi mulai dari sekali sehari, hingga tiga kali sehari.

Beberapa nama obat yang sering digunakan antara lain klorpromazin, haloperidol, trifluperazin, flufenazin dekanoat, resperidon, olanzapin, klozapin. Beberapa obat tersebut biasanya akan menimbulkan efek samping seperti kekakuan otot, mengantuk, gerakan tubuh kaku seperti robot, gelisah, dan gemetaran.

Namun, beberapa pengobatan atau terapi lainnya juga perlu dilakukan. Terapi mental dan juga terapi lingkungan yang pada dasarnya jauh lebih berpengaruh pada pengobatan pasien tersebut. Menurut Irmansyah, ketiga jenis terapi tersebut harus dipadukan agar pemulihan bisa lebih cepat tercapai. (redaksi@bisnis.co.id)

Fakta seputar skizofrenia
Penyakit ini ditandai dengan ketidakmampuan menilai realita, penderita sering mendengar suara bisikan, berperilaku aneh, dan mempunyai kepercayaan yang salah yang tidak dapat dikoreksi.

Penyebab:
# Gangguan otak,
# Ketidakseimbangan kimiawi otak
# Gangguan struktur dan fungsi otak.
# Faktor keturunan

Gejala:
# Laki-laki muncul pada usia 15-25 tahun, perempuan pada 25-35 tahun.
# Halusinasi yang berlebihan
# Perubahan penampilan dan perilaku yang berbeda dari biasanya

# Menarik diri dari sosial
# Tidak mampu menjalankan kegiatan sehari-hari
# Penurunan respons dan ekspresi emosi

Pengobatan:
# Terapi oral
# Terapi mental
# Terapi lingkungan

Oleh Mia Chitra Dinisari
Kontributor Bisnis Indonesia

0 comments: