Monday, November 13, 2006

Mendadak Dangdut

Jika film adalah sarana komunikasi, sebagaimana diyakini Rudi Soedjarwo, maka film Mendadak Dangdut tampaknya menjadi contoh yang pas. Banyak hal yang dikomunikasikan melalui film ini sampai dengan mulus. Dari mulai sindiran sosial, politik, dan juga moralitas yang disampaikan dengan cara bersahaja namun menonjok diam-diam.

Kisahnya sendiri sebenarnya tidak terlalu istimewa. Namun karena temanya sangat dekat dengan keseharian masyarakat kita, Mendadak Dangdut terasa memberi angin segar perfilman kita yang didominasi tema-tema horor dan percintaan yang mengawang-awang.

Musik dangdut dipilih jelas karena kedekatan musik ini dengan masyarakat kita. Yang menarik di film ini musik dangdut bahkan ditampilkan bukan sebagai musik yang menebar kemesuman, sebaliknya banyak menyemburkan pencerahan.

Diceritakan, Petris (Titi Kamal) seorang penyanyi beraliran alternative rock yang sedang naik daun, bersama Yulia (Kinaryosih) kakaknya sekaligus manajernya, mendadak harus banting stir menjadi biduan dangdut demi menyelamatkan diri dari jerat hukum akibat perbuatan yang tidak mereka lakukan.
Kedua kakak beradik ini memiliki sifat yang bertolak belakang. Petris memiliki semua sifat buruk, egois, pemarah, sombong, judes, dan selalu menyalahkan orang lain. Sebaliknya Yulia, ia seorang kakak yang selalu mengalah dan sabar melayani segala kebutuhan Petris. Sifat yang kontras ini menjadikan Yulia sebagai korban sifat buruk Petris saban hari.

Banting stirnya Petris menjadi dangdut gara-gara peristiwa nahas yang menimpa mereka suatu hari. Ketika ia pulang seusai wawancara dengan penggemar di sebuah stasiun radio, mobilnya kena razia polisi. Di mobil tersebut ditemukan ganja yang sebenarnya adalah milik Gerry (Vincent Club 80's) kekasih Yulia.

Oleh polisi, Petris dan Yulia dibekuk. Yulia yang tak mau adiknya dan ia dihukum mati, mengajak Petris kabur. Di sini lah petualangan itu dimulai. Mereka kini harus menanggalkan segala yang dimilikinya: Ketenaran, penggemar, kontrak, kemewahan dan kekayaan.
Menjadi biduan dangdut akhirnya merupakan pilihan paling rasional ketimbang kena hukuman. Bersama Rizal (Dwi Sasono), pemilik organ tunggal Senandung Citayam itu, mereka menumpang hidup. Menempati sebuah rumah kontrakan yang sumpek, kotor dan bau.
Petualangan Petris menjelma menjadi biduan dangdut inilah menjadi nafas cerita yang disodorkan. Kelihaian Monty Tiwa, selaku pencetus cerita dan penulis skenario, dalam merangkai alur patut dipuji.
Sepanjang film berdurasi 90 menit ini, tidak hanya menyuguhkan adegan dan dialog-dialog kocak dan cerdas, namun juga menyisipkan banyak adegan dan dialog yang mengharukan.

Di sini akting Kinaryosih patut mendapat acungan jempol. Kinar mampu berakting secara wajar dan menyentuh. Justru akting Titi Kamal yang dalam beberapa adegan tampak berlebihan. Misalnya saat ia mendapati ibu si Mamat, seorang TKW korban kekerasan. (Aris Kurniawan)

0 comments: