Monday, November 13, 2006

Heart

Heart, sebuah film yang mengangkat tentang kebesaran cinta. Digambarkan bagaimana cinta membuat seseorang mampu mengabaikan dirinya demi kebahagiaan orang lain. Rachel yang berteman sejak kecil dengan Farrel diam-diam mencintai Farrel tanpa mampu mengungkapkannya. Sementara Farrel tak pernah menyadari rasa cinta yang tersembunyi dalam benak Rachel begitu besar. Ketika Farrel jatuh cinta pada Luna, Rachel justru mendukung Farrel untuk mengungkap perasaannya pada Luna.

Luna menolak cinta Farrel karena ia merasa hidupnya tidak lama lagi gara-gara penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Di sinilah kebesaran cinta yang bersemayam di dada Rachel dibuktikan dengan cara mendatangi Luna tanpa sepengetahuan Farel, dan mengungkapkan betapa besar cinta Farel pada Luna.

Luna akhirnya luluh dan menerima cinta Farel. Bahkan sejak itu Luna seperti menemukan semangat hidupnya yang nyaris padam. Ketika hubungan Farel dan Luna berjalan Rachel merasa bimbang dan kehilangan identitas. Namun ditengah pusaran perasaan itu, Rachel tetap percaya, sudah seharusnya cinta membuat seseorang merasa bahagia jika melihat orang yang dicintainya bahagia.

Tema cinta dan cerita yang diangkat Heart memang sudah terlalu basi. Suasana romantis yang hendak dibangun dengan mengambil setting perbukitan, hamparan kebun teh, danau yang jernih dan tenang, sepasang kura-kura, kedai bunga lengkap dengan kabut dan gerimis, pun tidak mampu menumbuhkan suasana romantis.

Ditambah dengan jalinan plot yang sangat longgar, perkembangan karakter tokoh yang datar membuat film tampak dipaksakan. Dengarlah dialog-dialog yang terlampau klise dan membosankan.
“Semoga kebersamaan mereka tetap abadi dan bahagia”
“Ya, seperti kebersamaan kita,”.

Konflik psikologis yang dihadapi Rachel kurang tergarap dengan baik. Sehingga tokoh Rachel hadir bak malaikat tanpa cela. Sementara Luna menjadi gadis asyik dengan dirinya sendiri, tidak memberi respons psikologis terhadap Rachel.

Selain plot yang longgar dan lambat, pilihan setting di pegunungan membuat banyak sekali pertanyaan. Misalnya, dari kultur manakah tokoh-tokohnya. Jelas bukan metropolitan (Jakarta—pen,) namun gaya bicara dan sikap-sikap Rachel, Luna maupun Farrel mencerminkan remaja yang hidup di lingkungan metropolitan Jakarta.

Bandingkan dengan film genre sejenis semisal Tentang Dia, garapan Rudy Soedjarwo yang memiliki plot simpel dan kuat namun tetap komunikatif. Juga perkembangan karakter tokoh-tokohnya yang dinamik sehingga konflik psikologis yang muncul terasa wajar. Tentang Dia juga bercerita tentang cinta dan persahabatan, namun dengan sudut pandang kamera yang tidak biasa membuat. Tentang Dia lebih segar dan jauh dari kesan klise dan memaksakan romantisme.

Jika ada yang menarik dari film garapan Hanny R Saputra ini tak lain penggarapan musik dan lagu-lagu yang menjadi soundtrack film ini. Musik dan lagu-lagu yang silih berganti menghiasi film inilah yang menghidupkan suasana romantis itu, terutama untuk para remaja yang sedang dimabuk cinta. Maklum ini film remaja yang dikemas dengan logika remaja. Remaja yang sedang jatuh cinta sering mengabaikan logika, bukan? (Aris Kurniawan)

0 comments: